Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Di antara para wanita hamil
terkadang ada yang mengalami keguguran, ada yang janinnya telah sempurna
bentuknya dan ada pula yang belum berbentuk, saya harap Anda dapat menerangkan
tentang shalat pada kedua kondisi ini ?
Jawaban.
Jika seorang wanita melahirkan janin yang telah berbentuk manusia, yaitu ada
tangannya, kakinya dan kepalanya, maka dia itu dalam keadaan nifas, berlaku
baginya ketetapan-ketetapan hukum nifas, yaitu tidak berpuasa, tidak melakukan
shalat dan tidak dibolehkan bagi suaminya untuk menyetubuhinya hingga ia
menjadi suci atau mencapai empat puluh hari, dan jika ia telah mendapatkan
kesuciannya dengan tidak mengeluarkan darah sebelum mencapai empat puluh hari
maka wajib baginya untuk mandi kemudian shalat dan berpuasa jika di bulan Ramadhan
dan bagi suaminya dibolehkan untuk menyetubuhinya, tidak ada batasan minimal
pada masa nifas seorang wanita, jika seorang wanita telah suci dengan tidak
mengeluarkan darah setelah sepuluh hari dari kelahiran atau kurang dari sepuluh
hari atau lebih dari sepuluh hari, maka wajib baginya untuk mandi kemudian
setelah itu ia dikenakan ketetapan hukum sebagaimana wanita suci lainnya
sebagaimana disebutkan diatas, dan darah yang keluar setelah empat puluh hari
ini adalah darah rusak (darah penyakit), jadi ia tetap diwajibkan untuk
berpuasa, sebab darah yang dikelurkan itu termasuk ke dalam katagori darah
istihadhah, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada Fatimah binti Abu Hubaisy, yang mana saat itu ia ‘mustahadhah’ (mengeluarkan
darah istihadhah) : “Berwudhulah engkau setiap kali waktu shalat”. Dan jika
terhentinya darah nifas itu diteruskan oleh mengalirnya darah haidh setelah
empat puluh hari, maka wanita itu dikenakan hukum haidh, yaitu tidak dibolehkan
baginya berpuasa, melaksanakan shalat hingga habis masa haidh itu, dan
diharamkan bagi suaminya menyetubuhinya pada masa itu.
Sedangkan jika yang dilahirkan
wanita itu janin yang belum berbentuk manusia melainkan segumpal daging saja
yang tidak memiliki bentuk atau hanya segumpal darah saja, maka pada saat itu
wanita tersebut dikenakan hukum mustahadhah, yaitu hukum wanita yang
mengeluarkan darah istihadhah, bukan hukum wanita yang sedang nifas dan juga
bukan hukum wanita haidh. Untuk itu wajib baginya melaksanakan shalat serta
berpuasa di bulan Ramadhan dan dibolehkan bagi suaminya untuk menyetubuhinya,
dan hendaknya ia berwudhu setiap akan melaksanakan shalat serta mewaspadainya
keluarnya darah dengan menggunakan kapas atau sejenisnya sebagaimana layaknya
yang dilakukan wanita yang msutahadhah, dan dibolehkan baginya untuk menjama’
dua shalat, yaitu Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’. Dan
disyariatkan pula baginya mandi untuk kedua gabungan shalat dan shalat Shubuh
berdasarkan hadits Hammah bintu Zahsy yang menetapkan hal itu, karena wanita
yang seperti ini dikenakan hukum mustahadhah menurut para ulama.
Kitab Fatawa Ad-Da’wah, Syaikh Ibnu
Baaz, 2/75]
almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar