Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Juli 2020

Wasiat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam Tentang Wanita

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia mencipta-kan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,” [Ar-Ruum30: 21]
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan isteri sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah yang harus dijaga.
Ia adalah salah satu nikmat-Nya yang wajib disyukuri, sebagaimana yang diperintahkan-Nya.

Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti perintah-perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Yaitu dalam firman-Nya :
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
Artinya : “… Taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya)…” [An-Nisaa’4: 59]
Dan di antara perintah yang sangat beliau tegaskan dan sering beliau sebut-sebut ialah hak wanita yang lemah ini.

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengetahui haknya atas kita dan menunai-kan hak tersebut dalam bentuknya yang paling sempurna.
Saudaraku yang tercinta, dengarlah akan hak-hak isterimu, sehingga engkau bersyukur kepada Allah atas nikmat ini serta meng-ikuti perintah-perintah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkenaan dengan hal itu juga agar engkau tidak menzhaliminya, karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat.

1. Wasiat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam Tentang Wanita
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِيْ جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْئٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita.
Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya.
Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok.
Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita.”

Al-Bukhari meriwayatkan juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اَلْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ، إِنْ أَقَمْتَهَـا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا، وَفِيْهَا عِوَجٌ.
Artinya : “Wanita itu seperti tulang rusuk; jika engkau luruskan (tegak-kan), engkau mematahkannya, dan jika engkau bersenang-senang dengannya, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan di dalamnya ada kebengkokan.”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallah anhu, ia mengatakan : “Kami takut berbicara dan bersenda gurau dengan wanita-wanita (isteri) kami pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena khawatir akan turun suatu ayat kepada kami. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal, kami pun bercakap-cakap dan bersenda gurau.”
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
إِنِّيْ أُحَرِّجُ عَلَيْكُمْ حَقَّ الضَّعِيْفَيْنِ: اَلْيَتِيْمِ وَالْمَرْأَةِ.
Artinya : “Sesungguhnya aku mengkhawatirkan hak dua orang yang lemah atas kalian: anak yatim dan wanita.”

Al-Hakim meriwayatkan dari Samurah Radhiyallahua anhu secara marfu’ :
خُلِقَتِ الْمَرْأَةُ مِـنْ ضِلَعٍ، فَإِنْ تُقِمْهَا تُكْسِرْهَـا فَدَارِهَا، تَعِشْ بِهَا.
Artinya : “Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk; jika kamu meluruskannya, maka kamu mematahkannya.
Jadi, berlemah lembutlah terhadapnya, maka kamu akan dapat hidup bersamanya.”

Al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h : “Hadits ini berisi anjuran agar berlemah lembut untuk melunakkan hati.
Hadits ini pun berisi cara memimpin wanita, yaitu dengan cara memaafkan mereka dan bersabar terhadap kebengkokan mereka.
Dan siapa yang ingin meluruskan mereka, berarti mengambil manfaat (adanya) mereka.
Karena setiap manusia membutuhkan wanita ; ia merasa tenteram kepadanya dan menjadikannya sebagai penopang kehidupannya.
Seolah-olah beliau mengatakan : ‘Mengambil manfaat mereka tidak akan tercapai kecuali dengan bersabar terhadapnya.’”

Bahkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan terhadap mereka di akhir kehidupannya, dan hal itu pada haji Wada’.
Sebagaimana at-Tirmidzi meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَـاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ -أَيْ أسِيْرَاتٍ- لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ، إِلاَّ أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَـاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ، فَإِنْ فَعَلْنَ فَـاهْجُرُوْهُنَّ فِـي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْاهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ، أَلاَ وَحَقَّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فِيْ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ.
Artinya : “Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita.
Sebab, mereka itu (bagaikan) tawanan di sisi kalian.
Kalian tidak berkuasa terhadap mereka sedikit pun selain itu, kecuali bila mereka melakukan perbuatan nista.
Jika mereka melakukannya, maka tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.
Jika ia mentaati kalian, maka janganlah berbuat aniaya terhadap mereka.
Mereka pun tidak boleh memasukkan siapa yang tidak kalian sukai ke tempat tidur dan rumah kalian.
Ketahui-lah bahwa hak mereka atas kalian adalah kalian berbuat baik kepada mereka (dengan mencukupi) pakaian dan makanan mereka.”

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata : “Makna عَـوَانٌ (dalam hadits di atas) adalah أَسِيْرَاتٌ (tawanan).
Kaum wanita diserupakan sebagai tawanan di sisi kaum pria, karena kaum pria memerintah dan berkuasa atas mereka.”

Dalam riwayat Muslim :
اِتَّقُوا اللهَ فِـي النِّسَـاءِ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَـانَةِ اللهِ، وَاسْـتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُـمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ.
Artinya : “Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita.
Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah.
Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.
Artinya : ‘Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah.
Jika ia tidak menyukai satu akhlak darinya, maka ia menyukai yang lainnya.

2. Diharmkan Menyebarkannya Rahasianya
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, ia menuturka.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، اَلرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِيْ إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
Artinya : ‘Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah laki-laki yang ‘mendatangi’ isterinya,
dan wanita itu pun ‘mendatangi’ suaminya, kemudian ia (laki-laki itu) menyebarkan rahasia isterinya."
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata : “Hadits ini berisi pengharaman laki-laki menyebarkan apa yang berlangsung antara dirinya dengan isterinya, misalnya tentang hubungan suami isteri dan menyifati hal itu secara detil serta apa yang berlangsung pada diri wanita, baik ucapan, perbuatan maupun sejenisnya pada saat berhubungan.
Adapun sekedar menyebut hubungan badan, jika tidak ada faidah di dalamnya dan tidak dibutuhkan, maka hal itu makruh, karena bertentangan dengan etika yang baik.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
Artinya : ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia berkata dengan perkataan yang baik atau diam.”

3. Di antara haknya ialah, Engkau mengijinkannya keluar untuk kebutuhannya yang mendesak
Kaum wanita pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cadar, dan mereka keluar untuk keperluan mereka, seperti pergi untuk buang hajat sebelum wc dibuat di dalam rumah, atau pergi untuk keperluan yang mendesak.
Tidak sebagaimana kaum wanita pada hari ini, mereka keluar, baik untuk suatu keperluan maupun tidak, dengan bersolek, berhias dan memakai parfum.
Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan : “Saudah binti Zam’ah keluar pada suatu malam, lalu ‘Umar melihat-nya dan mengenalinya seraya mengatakan : ‘Wahai Saudah, demi Allah, engkau tidak dapat menyembunyikan dirimu dariku.’

Maka ia pun kembali kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyebutkan hal itu kepada beliau, pada saat itu beliau berada di rumahku sedang makan malam dan tangan beliau sedang memegang tulang yang masih terdapat sisa daging padanya.

Kemudian wahyu diturunkan kepada beliau, lalu (hidangan) diangkat dari beliau, seraya bersabda :
قَدْ أَذِنَ اللهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ.
Artinya : ‘Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kepada kalian keluar untuk keperluan (hajat) kalian.’
Hisyam bin ‘Urwah berkata: ‘Maksudnya adalah buang hajat, yaitu buang air besar.”
Dalam riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata : “Kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat tentang hijab.”
Yang menyebabkan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu melakukan hal itu karena dia menginginkan turunnya wahyu mengenai hijab.
Dan ternyata, turunnya ayat hijab menyelarasi pendapat ‘Umar bin al-Khaththab.

Tetapi, keluarnya wanita dari rumahnya harus disertai beberapa syarat, yaitu :
a. Komitmen dengan hijab syar’i yang dapat menutupi tubuh wanita dan wajahnya, serta tidak berdandan dengan pakaian yang berwarna-warni, dan (hendaknya) memakai pakaian yang longgar.
b. Tidak berbaur dengan kaum pria.
c. Tidak memakai parfum.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa jika wanita melakukan hal itu, berarti dia adalah seorang yang demikian dan demikian, maksudnya pezina.

Jika wanita tidak komitmen dengan hal itu, dan keluarnya itu untuk kepentingan yang mendesak, maka dia tidak boleh keluar dari rumahnya tanpa memenuhi syarat yang kami sebutkan tadi.
Demikianlah walau masih banyak kekurangan dan mungkin ada kesalahan mohon maaf yang sebesar besarnya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadikan kita semua semakin bersyukur atas karunia dan limpahan nikmat dari Allah SWT.
Wallahu a'lam.

Kumpulan Hadits Tentang Senyuman

Hadist yang dishare kali ini adalah kumpulan hadits tentang senyum dalam islam lengkap.
Dimana didalam hadist Nabi Muhammad SAW mengenai tersenyum ini bisa ditarik kesimpulan bahwa tersenyum kepada saudara sesama muslim adalah sedekah dan mendapatkan pahala ibadah.
Ini sangatlah luar biasa mengingat tersenyum adalah hal yang sangat mudah dilakukan oleh siapapun, tapi Allah Swt mengganjarnya dengan pahala dan dianggap sebagai shadaqah.

Maka dari itu mulai sekarang jangan cemberut saja dan pelit dalam senyuman.
Semuanya berpahala dan membawa manfaat besar bagi kita yang mau tersenyum setiap saat kepada saudara dan sahabatnya.
Setiap bertemu, tegur dan sapalah dengan memberi salam dan tersenyum kepada saudara kita.

Dalil hadits tentang tersenyum ini bisa kita dilihat dalam sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang keutamaan dan manfaatnya.
Bahkan Nabi Muhammad SAW pun selalu tersenyum kepada siapapun.
Karena memang tidak ada ruginya kita tersenyum, dengan tersenyum maka hubungan dan silaturahmi akan terjalin serta yang paling, penting itu adalah sedekah dan ibadah seperti yang dijelaskan dalam hadist tentang senyuman yang akan kita share di artikel ini.
Langsung saja selengkapnya simak berikut ini kumpulan hadits tentang senyum dalam bahasa arab dan artinya.

Hadits Tentang Senyum
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ صَدَقَةٌ
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu" (HR. Tirmidzi).

وَعَنِ الْحَسَنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبيِّ قَالَ: مِنَ الصَّدَقَةِ أَنْ تُسَلِّمَ عَلَى النَّاسِ، وَأَنْتَ طَلِيقُ الْوَجْهِ
Artinya : Termasuk sedekah adalah engkau mengucapkan salam dengan wajah ceria kepada orang-orang. (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Artinya : “Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun hanya dengan bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri”. (H.R. Muslim no 2626).

Dari Jarir bin Abdillah ra dia berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Saw tidak pernah menolak aku untuk duduk bersama beliau.
Dan tidaklah beliau melihatku kecuali beliau tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abdullah bin Al Harits bin Jaz`i ra dia berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Tirmidzi)

Jabir bin Samurah ra berkata, ia menceritakan tentang kebiasaan Rasulullah Saw, “Beliau biasanya tidak berdiri dari tempat shalat di mana beliau shalat shubuh padanya kecuali setelah terbit matahari.
Apabila matahari telah terbit barulah beliau berdiri.
Sementara itu para sahabat bercakap-cakap membicarakan kejadian di masa jahiliyah, lalu mereka tertawa, sedangkan beliau hanya tersenyum.” (HR. Muslim).

Dari Abu Dzarr ra dia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah.” (HR. Tirmidzi)

Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik, meskipun (perbuatan baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah yang ceria." (HR. Muslim)

”Suatu hari aku dan para sahabat berjalan bersama-sama Rasulullah Saw.
Ketika itu baginda memakai selimut dari daerah Najran yang hujungnya agak kasar.
Tiba-tiba baginda bertemu dengan seorang Badwi( Arab Pedusunan).
Tanpa disangka, lelaki Badwi itu langsung menarik selimut Rasulullah s.a.w dengan kuat sehingga aku melihat kesan merah di bahu baginda.
Lelaki Badwi itu dengan kasar berkata, “suruh orangmu memberi harta Allah kepadaku yang engkau simpan sekarang juga!”
Kelakuan kasar dan sombong si Badwi tersebut membuatkan para sahabat sangat marah dan ingin mengajarnya.

Namun Rasulullah melayan sikap kasar lelaki Badwi itu dengan senyuman dan berkata kepada kami dengan senyum manis pula,
“berilah lelaki ini makanan apa sahaja yang dia mahu. Kami lantas memberi si Badwi makanan yang dia pinta.
Dan kami tidak jadi mengajar si Badwi kerana senyuman Rasulullah saw. ( HR at-Tabrani no. 7695 )

”Tidak pernah sekalipun aku melihat Rasulullah s.a.w tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan kerongkongnya.
Akan tetapi, tertawanya baginda adalah dengan tersenyum.” ( HR al-Bukhari no. 8217)

”Janganlah kamu banyak tertawa kerana banyak tertawa akan mematikan hati.” ( HR Ibnu Majah no. 4183 )

“Tertawalah sedikit kerana banyak tertawa itu mematikan hati.” ( HR Muslim no. 1499)

“Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati dan menghilangkan kharisma seorang Mukmin.” (HR at-Tirmizi no. 2227)

Diriwayatkan At-Tirmidzi, Al-Husein Radliyallahu’anhu, cucu Rasulullah SAW menuturkan keluhuran budi pekerti beliau.
Ia berkata, ”Aku bertanya kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau.
Ayahku menuturkan, ‘Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa tersenyum, berbudi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya.
Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas.” (Riwayat At-Tirmidzi)

Aisyah Radliyallahu’anha mengungkapkan, ”Adalah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam ketika bersama istri-istrinya merupakan seorang suami yang paling luwes dan semulia-mulia manusia yang dipenuhi dengan gelak tawa dan senyum simpul.” (Hadits Riwayat Ibnu Asakir)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu tidak akan mampu berbuat baik kepada semua manusia denga hartamu, maka hendaknya kebaikanmu sampai kepada mereka dengan keceriaan (pada) wajahmu.” (H.R. al-Hakim 1212)

”Celakalah manusia yang berbicara padahal dia berbohong hanya sekadar untuk membuat orang lain ketawa.
Celakalah dia dan celakalah dia.” ( HR Abu Daud no. 4454).

Demikianlah walau masih banyak kekurangan dan mungkin ada kesalahan mohon maaf yang sebesar besarnya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadikan kita semua semakin bersyukur atas karunia dan limpahan nikmat dari Allah SWT.
Wallahu a'lam.

Kumpulan Hadits Tentang Fitnah Dalam Islam

Dalam banyak hadits tentang fitnah, Nabi Muhammad SAW telah bersabda mengenai fitnah ini secara detail.
Bagaimana bahaya fitnah hingga apa saja hukuman bagi yang suka memfitnah.
Juga dijelaskan bahwa di dunia ini akan banyak terjadi berbagai macam fitnah mulai dari fitnah wanita, fitnah dajjal di hari akhir kelak, fitnah harta dan fitnah yang terjadi antara sesama muslim.
Kata fitnah berasal dari bahasa Arab (الفِتْنَةُ) yang bermakna ujian dan cobaan.
Di dalam Al-Qur’an dan hadits tentang larangan fitnah sendiri ada banyak, seperti fitnah bermaksud Syirik Dalam Islam, berpaling dari jalan yang benar, sesat, pembunuhan dan kebinasaan, perselisihan dan peperangan, kemungkaran dan kemaksiatan.

Termasuk adalah menyebar berita dusta atau bohong atau mengada-ngada yang kemudian merugikan orang lain juga termasuk dalam fitnah.
Juga dijelaskan kondisi zaman yang dipenuhi fitnah yang bermacam macam.
Salah satu bahaya fitnah adalah bisa menimbulkan kesengsaraan.
Oleh sebab berita yang disebarkan tidaklah benar, fitnah sangat merugikan terutama bagi orang yang difitnah dan bisa jadi harga dirinya hancur di mata masyarakat dan menjadi bahan cemoohan.
Sedangkan bagi yang memfitnah sendiri tidak akan lagi bisa dipercaya dan setiap orang pasti akan menjauhinya.

Perbuatan fitnah ini sangatlah dibenci oleh Allah Swt dan dilarang keras menurut syariat agama islam.
Bahkan dikatakan jika fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
Maka dari itu kita dilarang memfitnah siapapun juga karena hanya menimbulkan kerusakan dan yang memfitnah akan mendapatkan dosa besar.
Hal ini bisa ditemui di dalil hadits tentang fitnah dimana Nabi Muhammad Saw sudah menjelaskan seputar fitnah ini.
Dan langsung saja untuk lebih jelasnya simak berikut ini daftar kumpulan hadits tentang fitnah dalam islam lengkap tulisan bahasa arab dan artinya.

Hadits Tentang Fitnah
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ ». قَالُوا وَمَا الْهَرْجُ قَالَ « الْقَتْلُ »
Artinya : "Zaman akan semakin dekat, dicabutnya ilmu, akan timbul fitnah-fitnah, dimasukkan (ke dalam hati) sifat kikir dan akan banyak al harj", mereka (para shahabat) bertanya : "Apakah al harj,wahai Rasulullah?", beliau menjawab : "Pembunuhan". HR. Bukhari dan Muslim

لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا بَلَاءٌ وَفِتْنَةٌ
Artinya : "Tidaklah akan tersisa dari dunia ini melainkan cobaan dan fitnah."(HR. Ibnu Majah)

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيْهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيْهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيْهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيْهَا الْأَمِيْنُ وَيَنْطِقُ فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيْلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِى أَمْرِ الْعَامَّةِ
Artinya : Rasulullah saw. bersabda : "Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia.
Pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidlah turut bicara."
Lalu beliau ditanya, "Apakah Ruwaibidlah itu?" beliau menjawab : "Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan orang banyak (umat)." (HR. Ibnu Majah)

سَتَكُوْنَ فِتَنٌ القاعِدُ فِيْها خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ والقائمُ فيها خيرٌ من المَاشِي والماشِي فيها خير من السَّاعِي. مَنْ تَشَرَّفَ لَها تَسْتَشْرِفْهُ وَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذاً فَلْيَعِذْ بِهِ
Artinya : “Kelak akan ada banyak kekacauan dimana di dalamnya orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berusaha (dalam fitnah).
Siapa yang menghadapi kekacauan tersebut maka hendaknya dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali
atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung.” (HR. Al-Bukhari no. 3601 dan Muslim no. 2886)

سَتَكُوْنُ فِتَنٌ وَفِرْقَةٌ فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَاكْسِرْ سَيِفَكَ وَاتَّخِذْ سَيْفاً مِنْ خَشَبٍ
Artinya : “Kelak akan ada banyak kekacauan dan perpecahan.
Jika sudah seperti itu maka patahkanlah pedangmu dan pakailah pedang dari kayu.” (HR. Ahmad no. 20622).

ما تركت بعدي فتنة هي أضر على الرجال من النساء
Artinya : “Tidak aku tinggalkan di masa setelah aku nanti fitnah yang lebih memadharati kaum lelaki dari pada fitnah wanita.” (HR Bukhari 5096, Muslim 2740).

تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنْ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
Artinya : “Berlindunglah kalian kepada Allah dari segala fitnah, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi”. (HR Muslim : 2867).

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيْمَتَانِ يَكُوْنُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيْمَةٌ دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ وَحَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُوْنَ كَذَّابُوْنَ قَرِيْبٌ مِنْ ثَلاَثِيْنَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ وَحَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلاَزِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيْكُمُ الْمَالُ فَيَفِيْضَ حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُ صَدَقَتَهُ وَحَتَّى يَعْرِضَهُ عَلَيْهِ فَيَقُوْلَ الَّذِي يَعْرِضُهُ عَلَيْهِ: لاَ أَرَبَ لِي بِهِ؛ وَحَتَّى يَتَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبُنْيَانِ وَحَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُوْلُ: يَا لَيْتَنِي مَكَانَهُ؛ وَحَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَإِذَا طَلَعَتْ وَرَآهَا النَّاسُ يَعْنِي آمَنُوا أَجْمَعُوْنَ فَذَلِكَ حِيْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيْمَانِهَا خَيْرًا
Artinya : “Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga dua kelompok besar saling berperang dan banyak terbunuh di antara dua kelompok tersebut, yang seruan mereka adalah satu.
Dan hingga dibangkitkannya para Dajjal lagi pendusta hampir 30 orang, semuanya mengaku bahwa dirinya Rasulullah, dicabutnya ilmu, banyak terjadi gempa, zaman berdekatan,
fitnah menjadi muncul, banyak terjadi pembunuhan, berlimpah ruahnya harta di tengah kalian sehingga para pemilik harta bingung terhadap orang yang akan menerima shadaqahnya.
Sampai dia berusaha menawarkannya kepada seseorang namun orang tersebut berkata : ‘Saya tidak membutuhkannya’; orang berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan.
Ketika seseorang lewat pada sebuah kuburan dia berkata : ‘Aduhai jika saya berada di sana’; terbitnya matahari dari sebelah barat dan apabila terbit dari sebelah barat di saat orang-orang melihatnya, mereka beriman seluruhnya (maka itulah waktu yang tidak bermanfaat keimanan bagi setiap orang yang sebelumnya dia tidak beriman atau dia tidak berbuat kebaikan dengan keimanannya).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّار
Artinya : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bankrap) itu?
Para sahabat menjawab, ‘Orang yang muflis (bankrap) diantara kami adalah orang yang tidak punya dirham dan tidak punya harta.’
Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang yang muflis (bankrap) dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) melaksanakan shalat, menjalankan puasa dan menunaikan zakat, namun ia juga datang (membawa dosa) dengan mencela si ini, menuduh si ini (memfitnah), memakan harta ini dan menumpahkan darah si ini serta memukul si ini.
Maka akan diberinya orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya.
Dan jika kebaikannya telah habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan dosa-dosa mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR: Muslim No. 2581)

عَصَمَنِي اللَّهُ بِشَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَلَكَ كِسْرَى، قَالَ: “مَنْ اسْتَخْلَفُوا؟ ” قَالُوا: ابْنَتَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً”، قَالَ: فَلَمَّا قَدِمَتْ عَائِشَةُ يَعْنِي البَصْرَةَ ذَكَرْتُ قَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَصَمَنِي اللَّهُ بِهِ: هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ
Artinya : Allah telah menjaga ku dari fitnah (perang jamal) berkat sesuatu (satu hadits) yang aku dengar dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Ketika Kisra (raja Persia) meninggal, beliau bersabda, “siapa penggantinya?” Para Sahabat menjawab, “putrinya”, maka beliau pun bersabda, “Tidak akan sukses selamanya sebuah kaum, yang menyerahkan urusan mereka (pemimpin) kepada seorang perempuan”.
Abu Bakrah radhiyallahu anhu berkata, “Ketika Aisyah radhiyallahu berangkat ke Bashrah, aku ingat hadits Rasulullah tersebut, maka Allah pun menyelamatkan aku (dengan tidak ikut ikutan fitnah yaitu peperangan jamal)”. (HR Tirmidzi : 2262)

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) “Bersegeralah untuk mengerjakan amalan-amalan shaleh sebelum datang berbagai fitnah seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di waktu pagi hari, kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di sore hari, kemudian menjadi kafir di pagi hari.
Dia menjual agamanya demi kepentingan dunia.” (HR. Muslim)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya menjelang terjadinya hari kiamat, akan terjadi berbagai macam fitnah seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di waktu pagi hari kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di sore hari kemudian menjadi kafir di pagi hari.
Ketika itu, orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan,
dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari, maka hancurkanlah busur-busur kalian, putuskanlah tali-tali busur kalian, serta pukulkanlah pedang-pedang kalian kepada bebatuan, dan jika fitnah tersebut memasuki kediamannya, hendaklah dia menjadi sebaik-baik anak Adam.” (HR. Abu Dawud).

Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada seseorang melewati kuburan lalu berkata, “Seandainya aku berada di tempatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis Rasulullah SAW diriwayatkan dari Hudzaifah ra berkata : Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Tidak akan masuk surga orang yang suka menebar fitnah."
Hudzaifah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallalluhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Fitnah dibentangkan di atas hati-hati seperti tikar, berulang-ulang.
Hati yang menyerap fitnah tersebut disematkan di dalamnya titik hitam, sedangkan hati yang menolak fitnah tersebut disematkan titik putih, sampai memenuhi dua hati itu.
Hati yang pertama putih bersih, tidak akan terganggu oleh fitnah sedikitpun selama langit dan bumi masih tegak.
Sedangkan hati yang kedua hitam pekat, seperti cangkir terbalik, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mampu mengingkari kemungkaran, hanya mengikuti hawa nafsunya.” (HR. Muslim).

Dari Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang berkata mengenai seorang mukmin yang tidak ada padanya, maka Allah akan menempatkannya pada “rodghah al-Khabal” sehingga ia keluar dari apa yang ia katakan”.
“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ahmad)

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Hudzaifah RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Tidak akan masuk surga orang yang suka menebar fitnah.”
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Azhar bin Sa'd dari Ibnu 'Aun dari Nafi' dari Ibnu Umar mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memanjatkan doa ; "Ya Allah, berilah kami barakah dalam Syam kami, ya Allah, berilah kami barakah dalam Yaman kami.
"Para sahabat berkata ; 'ya Rasulullah, dan juga dalam Nejed kami! ' Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam membaca doa : "Ya Allah, berilah kami barakah dalam Syam kami, ya Allah, berilah kami barakah dalam Yaman kami.
"Para sahabat berkata ; 'Ya Rasulullah, juga dalam Nejed kami! ' dan seingatku, pada kali ketiga, beliau bersabda ; "Disanalah muncul keguncangan dan fitnah, dan disanalah tanduk setan muncul."
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash berkata, “Sesungguhnya seluruh nabi sebelumku pasti telah menunjukkan semua kebaikan yang ia ketahui kepada umatnya, dan memperingatkan mereka dari semua keburukan yang ia ketahui.
Dan sesungguhnya, kebaikan umat ini terletak pada generasi pertama, adapun generasi belakangan, mereka akan tertimpa cobaan dan perkara-perkara yang kalian ingkari, fitnah datang silih berganti, ketika fitnah itu menimpa, orang yang beriman berkata, ‘Kebinasaanku telah tiba!’ Kemudian fitnah itu berlalu.
Lalu muncul fitnah lagi, orang yang beriman berkata, ‘Inilah saatnya, inilah saatnya!’
Barang siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan masuk surge, maka hendaknya dia berusaha mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah dia bergaul dengan manusia dengan baik, sebagaimana dia senang jika manusia bersikap baik kepadanya.
Dan barangsiapa yang berbaiat untuk menaati seorang pemimpin, dia mengikrarkan perjanjian dengan sepenuh hatinya, maka hendaklah dia menaatinya semaksimal mungkin.
Jika ada orang yang berusaha menyelisihinya, maka penggallah leher orang tersebut.” (HR. Muslim)

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il berkata, Telah menceritakan kepada kami Wuhaib berkata, Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Fatimah dari Asma’ berkata : Aku menemui Aisyah saat dia sedang shalat.
Setelah itu aku tanyakan kepadanya : Apa yang sedang dilakukan orang-orang? Aisyah memberi isyarat ke langit.
Ternyata orang-orang sedang melaksanakan shalat (gerhana matahari).
Maka Aisyah berkata : Maha suci Allah.
Aku tanyakan lagi : Satu tanda saja? Lalu dia memberi isyarat dengan kepalanya, maksudnya mengangguk tanda mengiyakan.
Maka akupun ikut shalat namun timbul perasaan yang membingungkanku, hingga aku siram kepalaku dengan air.

Dalam khutbahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memuji Allah dan mensucikan-Nya, lalu bersabda : Tidak ada sesuatu yang belum diperlihatkan kepadaku, kecuali aku sudah melihatnya dari tempatku ini hingga surga dan neraka, lalu diwahyukan kepadaku: bahwa kalian akan terkena fitnah dalam kubur kalian seperti atau hampir berupa fitnah yang aku sendiri tidak tahu apa yang diucapkan, Asma’ diantaranya adalah fitnah Al Masihud dajjal ; akan ditanyakan kepada seseorang (didalam kuburnya) ; Apa yang kamu ketahui tentang laki-laki ini?
Adapun orang beriman atau orang yang yakin, Asma’ kurang pasti mana yang dimaksud diantara keduanya akan menjawab : ‘Dia adalah Muhammad Rasulullah telah datang kepada kami membawa penjelasan dan petunjuk.
Maka kami sambut dan kami ikuti. Dia adalah Muhammad, ‘diucapkannya tiga kali. Maka kepada orang itu dikatakan : ‘Tidurlah dengan tenang, sungguh kami telah mengetahui bahwa kamu adalah orang yang yakin’.
Adapun orang Munafiq atau orang yang ragu, Asma’ kurang pasti mana yang dimaksud diantara keduanya, akan menjawab ; Aku tidak tahu siapa dia, aku mendengar manusia membicarakan sesuatu maka akupun mengatakannya. (HR. Bukhari)

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin Abi Sha'Sha'ah dari ayahnya dari Abu Sa'id Al Khudzri radliallahu 'anhu, bahwasanya ia menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "tak lama lagi sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang ia gembalakan di lereng-lereng gunung dan tempat-tempat hujan turun, ia lari untuk menyelamatkan agamanya dari gelombang fitnah."
Telah menceritakan kepada kami Shadaqah telah mengabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyainah dari Ma’mar dari Az Zuhri dari Hind dari Ummu Salamah dan ‘Amru.
Dan dari Yahya bin Sa’id dari Az Zuhri dari Hind dari Ummu Salamah berkata, “Pada suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terbangun lalu bersabda : “Subhaanallah (Maha suci Allah), fitnah apakah yang diturunkan pada malam ini? Dan apa yang dibuka dari dua perbendaharaan (Ramawi dan Parsi)?
Bangunlah wahai orang-orang yang ada di balik dinding (kamar-kamar), karena betapa banyak orang hidup menikmati nikmat-nikmat dari Allah di dunia ini, namun akan telanjang nanti di akhirat (tidak mendapatkan kebaikan).” (HR. Bukhari).

Hudzaifah ra berkata : Saat itu kami sedang duduk-duduk bersama Umar.
Maka berkatalah Umar, “Siapakah di antara kalian yang tahu betul terhadap sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkaitan dengan fitnah?”
Maka aku pun menjawab, “Akulah orangnya.”
Maka, Umar berkara, “Sungguh, engkau terhadap masalah ini termasuk orang yang berani.”
Maka aku pun langsung mengatakan permasalah itu di hadapannya, “(Ketahuilah), fitnah yang menimpa seorang laki-laki terkait keluarga, harta, anak, atau tetangganya dapat dilebur dengan shalat, puasa, sedekah, dan melakukan amar makruf dan nahi munkar.”
Umar berkata, “Bukan itu yang aku maksudkan, tetapi fitnah yang menerpa (umat Islam) laksana gelombang samudera.”
Maka Hudzaifah berkata, “(Tenang saja) engkau tidak akan mengalami pedihnya fitnah itu, wahai Amirul Mukminin, karena antara fitnah itu dan diri Anda terdapat pintu yang tertutup (yang menghalanginya).”

Umar balik bertanya, “Apakah pintu tersebut akan terbuka atau didobrak?’ Hudzaifah menjawab, “Pintu tersebut akan didobrak secara paksa.”
Kami (perawi) pun berkata, “Apakah Umar juga mengetahui ‘pintu’ itu?”
Hudzaifah menjawab, “Iya, dia pun juga mengetahuinya seperti siang yang akan mendahului malam.
Ketahuilah, aku tidak menceritakan hal ini dengan mengada-ada.
Biarkan aku pergi untuk bertanya langsung kepada Hudzaifah.
Maka kami pun menyuruh Masruq untuk menanyakannya, maka Hudzaifah pun menjawab, ‘Pintu itu adalah Umar’.” (HR. Al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya pernah ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah ghibah itu?”.
Beliau menjawab, “Kamu menceritakan saudaramu apa yang dia tidak suka”.
Ditanyakan lagi, “Bagaimana pendapatmu, jika pada saudaraku itu seperti apa yang aku katakan?”.
Beliau menjawab, “Jika ada padanya sebagaimana yang kamu katakan berarti kamu telah meng-ghibahnya, tetapi jika tidak ada padanya, maka bererti kamu telah membuatnya (membuat kebohongan fitnah)”.

Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw pernah berjalan melewati 2 (dua) kuburan, kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya 2 (dua) orang ahli kubur itu disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Ya, benar.
Sesungguhnya dosa itu adalah besar.
Salah seorang di antara keduanya adalah berjalan di muka bumi dengan menyebarkan fitnah (mengumpat).
Sedang salah seorang yang lain tidak bertirai ketika kencing”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah walau masih banyak kekurangan dan mungkin ada kesalahan mohon maaf yang sebesar besarnya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadikan kita semua semakin bersyukur atas karunia dan limpahan nikmat dari Allah SWT.
Wallahu a'lam.

Kamis, 23 Juli 2020

Hadits Tentang Mensyukuri Nikmat Berikut Penjelasannya

Penjelasan Hadits Tentang Mensyukuri Nikmat Allah Swt
Semua sumber daya alam yang ada merupakan rezeki dan nikmat dari Allah Swt yang tak terhitung nilainya.
Dan dikaruniakan Allah Swt kepada manusia, oleh karena itu manusia seharusnya pandai-pandai mensyukurinya, dan salah satu bentuk mensyukuri nikmat Allah Swt adalah dengan beribadah kepada-Nya, memelihara Alam dan tidak merusaknya.

a. Hadits Riwayat Abu Dawud
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau Bersabda : "Tidak dianggap bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia." (HR. Abu Duwud).

b. Hadits Riwayat Muslim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda : “Pandanglah orang yang berada dibawah kalian,
jangan memandang yang ada di atas kalian, itu lebih laik membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah” (HR. Muslim).

Dalam hadis ini, Rasulullah Saw memperingatkan, bahwa manusia harus bersikap syukur terhadap nikmat Allah Swt yang dianugerahkan kepadanya.
Dan resep yang dijelaskan Rasulullah Saw adalah manusia agar memandang ke bawah atau lebih rendah dalam hal keduniaan seperti; kedudukan, pangkat, dan harta kekayaan karena hal tersebut akan mendorong manusia untuk lebih bersyukur.
Dan Manusia harus sadar bahwa, kedudukan atau pangkat serta harta kekayaan yang lebih tinggi yang dimiliki orang lain itu merupakan ujian, sehingga manusia lebih selamat memandang ke bawah dalam hal tersebut.
Sehingga terhindar dari sikap mengandai-andai yang menimbulkan manusia akan jauh dari syukur nikmat.

c. Hadits Riwayat Ahmad
Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa orang yang berterima kasih atas pemberian orang lain karena Allah Swt,
maka pada hakekatnya orang tersebut telah bersyukur kepada Allah Swt sebagaimana hadits yang berbunyi :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Tidak akan bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia." (HR. Ahmad).
Kita perlu melihat ke atas dalam upaya memberi motivasi (dorongan) diri berusaha, sepanjang dalam batas yang dibenarkan syari’at Islam.

Larangan melihat orang yang kedudukannya yang lebih tinggi semata-mata untuk mencegah timbulnya rasa iri hati dan sifat-sifat tidak terpuji lainnya yang akhirnya tidak mensyukuri nikmat Allah Swt.

Dalam hadis tersebut kita juga dianjurkan bersikap qana‘ah yaitu menerima apa adanya atas pemberian Allah Swt atau merasa puas dan rela atas bagiannya setelah berusaha.
Orang yang mempunyai sifat qana‘ah tentunya tidak akan mempunyai sikap tamak terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain.

Sifat qana‘ah mengandung sifat positif di antaranya adalah menerima apa yang terjadi, realistik (nyata), dinamis atau bersemangat, tenang, stabil jiwanya, optimis, dermawan, tawakkal, dan selalu bersyukur atas nikmat Allah Swt.
Adapun sikap ambisius yang berlebihan akan menanamkan sifat-sifat negatif, antara lain selalu berangan-angan, tamak, pemburu duniawi semata tanpa perhitungan, pemborosan, dan ingkar atau kufur nikmat.

Hadits di atas juga memberikan tuntunan kepada kita untuk mengambil langkah pencegahan yang disampaikan oleh Rasulullah Saw agar ummatnya tidak menjadi rakus, tamak, dan diperbudak duniawi sehingga jiwanya terbelenggu oleh duniawi, akibatnya tidak mau berbuat baik terhadap sesama serta lupa akan pemberian dari Allah Swt, padahal apapun yang telah diterima oleh manusia di dunia kelak akan dimintai pertanggungan jawab atas pemberian tersebut.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi Muhammad Saw sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُسْأَلُنَّ عَنْ هَذَا النَّعِيمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ الْجُوعُ ثُمَّ لَمْ تَرْجِعُوا حَتَّى أَصَابَكُمْ هَذَا النَّعِيمُ
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Saw bersabda kepada Abu Bakar dan ‘Umar : “Demi zat yang jiwaku yang ada di tangan (kekuasaan)-Nya niscaya akan ditanya tentang nikmat ini pada hari kiamat.
Kamu dikeluarkan dari rumah-rumahmu dalam keadaan lapar, kemudian kamu tidak akan kembali sehingga kamu mendapatkan kenikmatan ini” (HR. Muslim).

Kemudian agar kita mampu menjadi orang yang pandai bersyukur dan kelak bisa mempertangung jawabkan pada hari kiamat terhadap apa yang telah diberikan kepada kita, Allah Swt memberikan tuntunan agar kita banyak berzikir dan berdoa.
Demikianlah sahabat bacaan tentang hadits mensyukuri nikmat Allah Swt dan penjelasannya.
Walau masih banyak kekurangan dan mungkin ada kesalahan mohon maaf yang sebesar besarnya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadikan kita semua semakin bersyukur atas karunia dan limpahan nikmat dari Allah SWT.
Wallahu a'lam.

Pengertian Riba Jahiliah Dalam Al-Qur'an Dan Sunnah Lengkap

Definisi Riba Riba menurut bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membes...